EVERY DAY IS A GRAT DAY. Default writing direction.
Some text. Right-to-left direction.
-->

Tuesday, September 27, 2011

Transportasi Informal: Sebuah Solusi Tanpa Adanya Regulasi

Peran Perencanaan dalam Transportasi
Transportasi merupakan salah satu bidang yang membutuhkan perencanaan dalam pengembangannya. Sedangkan ruang merupakan kegiatan yang ditempatkan diatas lahan kota, sedangkan transportasi merupakan sistem jaringan yang secara fisik menghubungkan satu ruang kegiatan dengan ruang kegiatan lainya. Antara ruang kegiatan dan transportasi terjadi hubungan yang disebut siklus penggunaan ruang transportasi, 


Perencanaan dalam dunia transportasi menekankan pada pemilihan moda yang bisa memberikan nilai efisiensi tinggi, sehingga tidak membuang banyak energy. Dalam hal ini dipilihlah transportasi umum yang bisa mengangkut banyak barang dan penumpang dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Oleh karena itu muncullah berbagai jenis kendaraan umum untuk memenuhi sejumlah permintaan penumpang dari segala penjuru. 


Namun hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari adanya daya dukung lingkungan menyangkut kesesuaian wilayah terhadap jumlah kendaraan yang bisa ditampung. Pesatnya pertumbuhan transportasi di kota-kota besar, baik bersumber dari kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, biasanya tidak seimbang dengan penyediaan prasarana dan sarana pendukung. Sebagai contohnya di beberapa titik di Kota Semarang, seperti di Jatingaleh dan sekitar Pasar Johar, sering kali terjadi penumpukkan kendaraan. Apalagi minimnya lahan parkir membuat kendaraan diparkir di badan jalan yang mengakibatkan penyempitan jalan. 

Transportasi Umum : Formal dan Informal

Seperti kebanyakan negera berkembang yang lain, peningkatan angka urbanisasi mempengaruhi peningkatan mobilitas penduduk. Dalam hal ini penyediaan transportasi umum oleh pemerintah difungsikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan berbagai tingkat kepentingan yang berbeda. Dengan adanya transportasi umum diharapkan masyarakat, khususnya bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi, dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan lancar. 

Transportasi umum yang dikelola oleh pemerintah dinamakan transportasi formal. Hal ini dikarenakan mereka sudah mendapat izin dari pemerintah untuk beroperasi dengan standardisasi dan ketentuan yang telah diatur oleh pemerintah. Jenis transportasi ini beragam, mulai dari mobil angkutan kota (angkot), bus, taksi, kereta api, kapal, dan juga pesawat terbang. 


Namun sayangnya tidak semua tempat di mana banyak masyarakat yang membutuhkan alat transportasi untuk menunjang aktivitasnya bisa dijangkau oleh transportasi formal. Transportasi formal memiliki rute tertentu dan standarisasi pengoperasian yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, sehingga mereka tidak bisa beroperasi di sembarang tempat. Di sinilah peran transportasi informal dibutuhkan untuk mengambil alih pelayanan kebutuhan masyarakat akan transportasi. 

Transportasi informal adalah transportasi yang beroperasi tanpa izin dan standar baku dari pemerintah. Transportasi ini berkembang disamping karena adanya keterbatasan lapangan pekerjaan yang bersifat formal juga karena transportasi formal tidak dapat menjangkau tempat-tempat tertentu di luar jalur operasinya, seperti lingkungan padat penduduk, permukiman di kampung-kampung, serta jalur-jalur lain yang memiliki aksesibilitas terbatas. Transportasi informal mampu memenuhi permintaan pasar karena jalur operasinya tidak ditentukan oleh pemerintah. Selain itu ongkos yang harus dikeluarkan masyarakat untuk menggunakan transportasi ini relatif murah dan sebagian besar menggunakan sistem tawar menawar yang sudah tentu tidak berlaku bagi transportasi formal. 


Beberapa orang menganggap adanya transportasi informal justru akan menimbulkan masalah baru karena mereka beroperasi tanpa adanya regulasi. Sebagai contoh becak sering menimbulkan kemacetan jalan karena beroperasi di jalan raya yang bercampur dengan kendaraan bermotor. Bentuknya yang lebar dengan kecepatan terbatas membuat jalan semakin sempit dan pengguna jalan lain harus menunggu lama untuk melaju kembali jika mereka berada di belakang becak. Selain itu terkadang becak menyeberang tanpa memperhatikan jalan ataupun memberikan tanda pada pengguna jalan lain sehingga sering menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Jika terjadi kecelakaan, maka tidak hanya pengemudi yang terluk tetapi juga penumpang becak dan bahkan pemakai jalan yang lain. 

Selain becak ada andong yang keberadaannya dapat mengganggu estetika lingkungan. Hal ini disebabkan saat beroperasi kereta kuda tidak dilengkapi dengan kantung tempat kotoran kuda yang memadai sehingga kotoran jatuh di jalan, selan itu saat berada di pangkalan andong bau kuda tercium sangat tajam. Tempat duduk yang sempit dikhawatirkan bisa membuat penumpang terjatuh saat melewati jalan yang tidak rata. Tidak jauh berbeda dengan ojek, pengemudi ojek kadang berkendara dengan ugal-ugalan tanpa memperhatikan keselamatan penumpang. Beberapa ojek hanya menyediakan helm standar bagi penumpang jika mereka melewati rute-rute yang banyak dijaga polisi. Hal ini merupakan masalah penting yang kadang tidak diperhatikan oleh pelaku transportasi informal tersebut. 

Namun yang perlu diperhatikan adalah munculnya sektor transportasi informal pasti karena ada kekurangan yang tidak mampu diselesaikan oleh transportasi formal itu sendiri. Fakta yang dijumpai di lapangan keberadaan transportasi informal lebih diperuntukkan bagi mereka yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan akan transportasi dengan harga yang bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Selama tidak ada konflik antara transportasi formal dan informal, maka pemerintah tetap mengizinkan transportasi informal beroperasi. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa keberadaan transportasi informal tidak selamanya menimbulkan ancaman karena di sisi lain transportasi informal justru memberikan solusi untuk menyelesaikan kekurangan yang ditimbulkan oleh transportasi formal. 

Transportasi Informal = Transportasi Merakyat
Dari hasil pengamatan di beberapa kawasan di Semarang, antara lain di Jalan Kesatrian, kawasan Pasar Johar, dan di tempat-tempat lain masih banyak dijumpai transportasi informal. Jenis moda tersebut beragam, seperti ojek, becak, andong, angkot plat hitam, dan juga taksi charteran. Munculnya perbedaan jenis moda tersebut dikarenakan perbedaan karakteristik penumpang yang akan diangkut. 

Di Jalan Kesatrian dan di sekitar Pasar Johar sama-sama memiliki becak sebagai salah satu alternatif transportasi umum, tetapi becak di Pasar Johar lebih banyak diminati penumpang daripada yang berada di Jalan Kesatrian. Di Jalan Kesatrian sebagian besar penumpang yang dijumpai adalah kaum pelajar yang membutuhkan transportasi hanya sebagai sarana angkutan untuk pergi-pulang. Karena tidak membutuhkan fungsi transportasi secara khusus, maka mereka lebih memilih tipe transportasi yang murah, yaitu andong. Sedangkan para penumpang yang ada di Johar didominasi oleh mereka yang berprofesi sebagai pedagang atau pembeli yang membawa barang belanjaan dalam jumlah besar sehingga membutuhkan transportasi yang bisa memuat barang dalam jumlah besar juga. 

Lain armada, lain juga keistimewaannya. Ojek merupakan salah satu jenis transportasi informal yang dijalankan menggunakan mesin, bukan tenaga manusia. Ojek merupakan alternatif pilihan kendaraan bagi mereka yang memperhatikan waktu, karena selain tidak memakan jalan saat beroperasi mereka juga mampu menghindari kondisi jalan yang macet. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tariff yang harus dibayar oleh penumpang per km jauh melebihi tarif andong maupun becak, tetapi masih dalam batas terjangkau. 

Hampir semua transportasi informal menerapkan sistem tawar menawar untuk menetapkan harga. Hal inilah yang membuat transportasi informal dijuluki sebagai transportasi yang merakyat, karena berapapun harga yang ditetapkan masih bisa dijangkau oleh masyarakat di semua lapisan. Namun jika memplotkan transportasi informal sebagai kendaraan khusus untuk masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah, hal itu merupakan kesalahan karena siapapun mereka, berapapun pendapatannya, mereka tetap memegang prinsip ekonomi dalam memilih alternatif kendaraan. 

Sebagai contoh adalah taksi carteran. Kendaraan ini hampir mirip dengan mobil-mobil yang disewakan lainnya, hanya saja para pengemudinya menamainya dengan taksi carteran karena armada yang digunakan sekelas dengan mobil taksi. Pelanggan yang biasa menaiki taksi carteran adalah pegawai swasta, selles, dan para executive yang ingin melakukan perjalanan ke luar daerah. Mereka lebih memilih menyewa taksi tersebut karena harga sewa yang relative murah untuk ukuran mobil yang berkapasitas luas. Namun taksi carteran tidak memiliki pelanggan tetap per harinya, bisa jadi mereka sama sekali tidak mendapat penumpang walaupun telah menunggu seharian. Oleh karena itu tak heran jika mereka bersedia menyewakan mobilnya walaupun pelanggannya tidak bepergian ke luar kota dan bahkan hanya disewa beberapa jam untuk mengantarkan sepasang kekasih berjalan-jalan, asalkan mereka tetap mendapatkan penghasilan. 

Pekerja di sektor transportasi informal memiliki pendapatan rata-rata sekitar Rp. 20.000,00 hingga Rp. 50.000,00 tiap hari. Dengan pendapatan yang bisa dibilang pas-pasan mereka hanya mampu memenuhi kebutuhan pokok setiap hari tanpa menganggarkan dana untuk kebutuhan cadangan karena tidak ada dana yang bisa ditabung. Hal ini juga memicu rendahnya tingkat SDM karena masyarakat tidak terlalu peduli dengan kebutuhan sekolah putra-putrinya, asalkan keluarga bisa makan setiap hari. 

Dengan kondisi yang seperti ini mereka harus tetap berjuang untuk mendapatkan penumpang sebanyak mungkin tiap harinya karena mereka bukan pekerja yang mendapat gaji dari pemerintah. Sementara untuk status kendaraan, mereka tetap mempertahankan ke-informal-an transportasi yang mereka miliki karena jika mereka mendaftarkan kendaraan mereka, dan mem-formalkannnya, mereka harus membayar retribusi ke pemerintah sebagai pajak. Dari penghasilan yang terbatas tidak memungkinkan bagi mereka untuk membayar pajak. Apalagi seperti pengemudi andong di Jalan Kesatrian yang 70% dari mereka mengaku hanya mendapatkan penghasilan kurang dari Rp 20.000 per hari, tergantung dari jumlah penumpang yang didapat. 

Mereka menganggap tidak ada keuntungan yang bisa didapat dengan menjadikan kendaraan mereka sebagai transportasi umum yang formal karena perbedaannya hanya terletak pada status izin beroperasi. Mereka tetap berjuang mendapatkan penumpang, mereka tidak mendapatkan asuransi keselamatan, dan juga tidak mendapatkan gaji dari pemerintah. 

Transportasi Informal di Thailand
Transportasi Informal tidak hanya ada di Indonesia, di Thailand juga memiliki transportasi informal, salah satunya dikenal sebagai ojek taksi. Munculnya transportai informal di Thailand dilatarbelakangi oleh hal yang serupa yaitu keterbatasan angkutan formal untuk memenuhi permintaan pelanggan. Hal tersebut bermula di suatu daerah agak terpencil bernama Don-Maung yang merupakan permukiman tentara. Daerah tersebut tidak dilalui kendaraan umum, sehingga menyulitkan mereka jika ingin bepergian bersama keluarga ke kota. Akhirnya para tentara tersebut memodivikasi yang mereka miliki sehingga bisa digunakan sebagai sarana angkutan untuk sendiri dan keluarganya menuju kota. 

Sekarang Bangkok sudah memiliki 37.500 armada yang diwadahi oleh organisasi tertentu di beberapa lokasi pusatnya, Perbedaan sistem manajemen transportasi yang ada di Thailand dan Indonesia adalah walaupun tergolong sektor informal, pemerintah tetap memiliki andil untuk menentukan kelayakan kendaraan dan keamanan penggunanya serta memfasilitasi perlengkapan yang dibutuhkan seperti rompi pengaman dan penyediaan pangkalan. 

Sebagian besar pengemudi ojek di Bangkok adalah pemuda sehingga kepemilikan SIM menjadi suatu hal yang sangat diperhatikan untuk menentukan sudah layakkah seseorang menjadi pengemudi ojek. Hal itu terlihat saat mahasiswa Thailand menanyakan kepemilikan SIM kepada pengemudi ojek di Indonesia yang ternyata secara keseluruhan sudah mempunyai SIM karena sebagian besar pengemudi berusia di atas 30 tahun. 

Pendapatan rata-rata ojek di Thailand per hari sekitar 500-700 bath atau hampir sama dengan Rp 175.000-245.000 dan digunakan untuk membayar pengelola organisasi sebesar 100-150 bath. Mereka mampu mendapatkan banyak penumpang tiap harinya karena masyarakat di Thailand banyak yang membutuhkannya dan mereka merasa aman memilih ojek karena walaupun bukan transportasi formal, ojek tetap memiliki standar kelayakan kendaraan.



Kesimpulan
Dari beberapa ulasan di atas dapat diketahui bahwa munculnya transportasi informal dikarenakan banyaknya permintaan pasar yang tidak bisa dipenuhi oleh transportasi formal. Walaupun transportasi informal sering dituding sebagai pemicu kemacetan ternyata keberadaannya justru bisa memberikan solusi untuk masalah transportasi yang tidak bisa diselesaikan oleh transportasi formal, walaupun belum mendapatkan mendapat regulasi dari pemerintah. 

Formalisasi kendaraan bukanlah hal utama bagi para pelaku sektor informal tersebut, hanya saja diharapkan pemerintah bisa lebih memperhatikan keberadaan transportasi informal karena transportasi informal juga berperan untuk meningkatakan pendapatan daerah. Perbaikan prasarana dan sarana transportasi informal yang berasal dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk kemajuan transportasi informal. 


Sumber
Urban and Regional Development Institute (URDI). 2005. “Kebijakan dan Tindakan Pemerintah Kota untuk Ekonomi Informal di Beberapa Kota di Indonesia. Jakarta: International Labour Office (ILO).

http://dishub-diy.net/index.php

http://geounesa.net/web/index.php